DIALEKTIKA BANGSA NUSANTARA

  • 1


Keterikatan seluruh bagian dari sendi kehidupan bangsa ini menjadi sejarah yang tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang memiliki segala hal untuk dapat menciptakan ide, gagasan dan karya demi mempertahankan ritme kebesarannya agar tetap di pandang sebagai bangsa yang besar. Penjajahan telah mengajarkan banyak hal bagi pribumi untuk menjadi manusia yang sejatinya berjuang demi martabat sebuah bangsa. 


Setelah meraih kemerdekaan, apa yang telah bangsa ini lakukan? Pertanyaan ini bukan sekedar untuk menanyakan tentang peristiwa yang telah terjadi 68 tahun silam, tetapi lebih kepada apa yang masyarakat Indonesia telah rasakan sampai hari ini. Apa yang telah diamanatkan undang-undang untuk dilaksanakan oleh para pemimpin belum dapat diwujudkan dan dirasakan oleh masyarakat.


Peristiwa yang telah berlalu menjadi salah satu bagian untuk tetap berkontribusi memberi makna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejatinya kondisi saat ini memacu semangat para pelanjut tongkat estapet untuk meraih kejayaan Indonesia yang selaras dengan amanat undang-undang mensejahterakan seluruh rakyatnya dari memanfaatkan sumberdaya alam (darat, air dan udara). 

Selanjutnya apa yang akan dilakukan untuk Nusantara kedepan? Sebuah tantangan besar bagi para pelanjut dan penerus bangsa ini untuk tetap mempertahankan Indonesia sebagai bangsa yang besar, hal ini dikarenakan Indonesia tidak lagi dalam kondisi melawan penjajah belanda ataupun jepang, melainkan melawan para penjajah di negeri sendiri. Hal ini disampaikan Bapak Proklamator Indonesia Ir. Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” 


Hal yang patut untuk kita renungkan kembali, bahwa selama ini apa yang telah dilakukan bisa jadi adalah sebuah kekeliruan yang berkepanjangan sehingga kata kesejahteraan bagi seluruh rakyat tak dapat diwujudkan. Ini berarti ada langkah yang patut ditempuh untuk mengembalikan tujuan tersebut. 

Kondisi kekinian Indonesia yang apabila diamati berdasarkan kondisi geografisnya menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara laut (ocean country) yang didalamnya terdiri dari puluhan ribu daratan-daratan kecil yang kemudian disebutkan dalam undang-undang sebagai negara kepulauan. Hal inilah yang sampai hari ini kebanyakan masyarakat Indonesia belum memahami bahwa ternyata 2/3 dari seluruh wilayah Indonesia adalah laut. 


Kekeliruan inilah yang terjadi selama ini, dimana aturan, regulasi dan kebijakan didominasi oleh ketidakpahaman tentang kondisi geografis bangsa, sehingga arah pembangunan Indonesia tidak pada lintasan yang mendukung untuk menyetarakan kesejahteraan di seluruh pelosok nusantara.

Transportasi Laut Urat Nadi Ekonomi Maritim



“Nation can be powerful only it it controls the ocean, and control the ocean we must
 control sufficient fleet” Ir Sukarno, National Maritime Convention I
Indonesia dengan letak geografis yang sangat strategis memiliki bentangan laut yang luas hingga 2/3 wilayah dari keseluruhan wilayah NKRI. Indonesia perlu menempatkan diri sebagai leader on the sea, dan menciptakan kebijakan nasional yang berdasarkan pada kondisi geografis yang dimiliki. Dengan kondisi geografis yang demikian, maka peranan transportasi laut bagi Indonesia adalah sangat strategis dan vital, tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga dari aspek ideologi, politik, sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan.
Angkutan laut nasional sebenarnya telah berperan sejak sebelum dan pasca kemerdekaan Indonesia yang dimulai dari sumbangannya dalam aspek keamanan untuk mempertahankan kedaulatan negara hingga peranannya sebagai alat untuk mengurangi ketergantungan ekonomi dari negara maju. Peran armada angkutan laut dalam mempertahankan kedaulatan telah terbukti pada era tahun 1950 sampai 1965 dimana mobilisasi kekuatan pertahanan banyak menggunakan armada kapal niaga, dan puncaknya terjadi pada saat perebutan kembali Irian Barat dari tangan Belanda.
Dari aspek ekonomi, sektor transportasi laut berperan dalam menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya sehingga aktivitas perekonomian dapat berjalan secara lancar. Disamping itu, sektor transportasi laut berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi daerah-daerah tertingal (konsep transport promote the trade) dan sebagai sarana penunjang perekonomian bagi daerah-daerah yang telah berkembang (konsep transport follow the trade). Dengan kata lain transportasi laut berperan dalam menggerakkan dinamika pembangunan melalui mobilitas manusia, barang dan jasa serta mendukung pola distribusi nasional.
Dari aspek ideologi dan politik, sektor transportasi laut berperan dalam menjaga integritas bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) disamping sebagai sarana mendukung pelaksanaan administrasi pemerintahan keseluruh wilayah tanah air.
Sementara dari aspek sosial budaya, sektor transportasi laut berperan dalam memberikan sarana aksesibilitas bagi masyarakat sehingga memungkinkan terjadinya hubungan atara masyarakat pada satu pulau dengan masyarakat di pulau lainnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sektor transportasi (khususnya transportasi laut bagi negara kepulauan seperti Indonesia) adalah merupakan fundamen (dasar) dari seluruh kehidupan ekonomi dan kualitas hidup suatu bangsa.
Wajah transportasi laut Indonesia masih sangat jauh terbelakang, padahal Indonesia adalah negara dengan luas laut mencapai 5,8 juta km2. Hal ini dikarenakan keseriusan untuk mengembangkan potensi di wilayah laut masih di nilai sebagai suatu hal yang tidak menjanjikan dan memiliki ketidakpastian masa depan. Selain itu, dukungan untuk mengembangkan industri-industri kemaritiman di Indonesia masih kurang dukungan.
Perlu dipahami bahwa transportasi laut selain sebagai sarana transportasi, juga memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Hampir 80% kegiatan ekspor-impor diangkut menggunakan transportasi laut. Hal ini menegaskan bahwa transportasi laut juga sangat penting bagi pergerakan perdagangan antar pulau di Indonesia yang dilayani oleh armada nasional.
Pada Februari 2013, sudah tercatat 12.004 kapal atau menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 98,7 persen dari jumlah 6.041 kapal yang tercapai pada Maret 2005. Data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada sektor pengadaan armada, tetapi perlu juga diketahui bahwa kenaikan jumlah armada tersebut tidak iringi dengan laju pertumbuhan dari industri-industri galangan kapal atau pelabuhan-pelabuhan yang memadai.
Permasalahan yang dihadapi oleh transportasi laut Indonesia dimulai dari keterpurukan peran armada pelayaran nasional dalam mengangkut muatan. Hal ini tentu berimbas pada pengurangan jumlah barang yang di ekspor maupun impor, sehingga secara tidak lansung sektor perdagangan dan perekonomian juga terus menurun. Permasalahan lainnya adalah tidak diberlakukannya azas cabotage yang mampu meningkatkan kegiatan transportasi laut.
Kemudian biaya ekonomi yang tinggi juga menyebabkan turunnya minat masyarakat untuk mengoptimalkan transportasi laut.  Tidak kalah penting juga sarana dan prasarana bongkar muat masih sangat terbatas sehingga menambah beban bagi pengguna jasa transportasi laut.
Permasalahan lain dari transportasi laut ini adalah tingkat kecukupan fasilitas keselamatan pelayaran yang belum memenuhi standar, sehingga para pengguna jasa transportasi belum merasa terjamin keselamatannya dalam menggunakan sarana transportasi laut tersebut.
Kurangnya sarana untuk mendukung kegiatan transportasi laut nasional dapat dilihat dari ketersediaan pelabuhan yang bertaraf nasional yang mampu melayani ekspor dan impor, sampai saat ini hanya terdapat 4 lokasi pelabuhan yang mampu melayani kegiatan tersebut yaitu Pelabuhan Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar, dan Pelabuhan Belawan.
Saat ini Transportasi laut di Indonesia didominasi oleh angkutan barang. Sebesar 80 persen angkutan laut yang mendominasi adalah angkutan batubara, angkutan kelapa sawit, angkutan BDN dan gas, dan angkutan peti kemas. Sementara angkutan penumpang dan pelayaran tradisional kondisinya makin ditinggalkan karena tidak menjadi kebijakan prioritas pemerintah. Saat ini pemerintah memiliki kebijakan angkutan penumpang melalui transportasi udara melalui insentif-insentif dalam bidang penerbangan berbiaya murah.
Dalam konteks angkutan barang, masih terdapat inefisiensi yang dihadapi transportasi laut Indonesia. Pertama terkait volume dan keseimbangan masuk dan keluar. Barang yang datang dari Jakarta – Papua penuh, tetapi pulangnya kosong, begitu pula barang tambang yang dibawa dari Kaltim – Jawa. Sehingga biaya transportasinya mahal.
Pasar dapat memlih trayek dan ukuran kapal ditentukan sendiri. Sehingga muncullah istilah trayek kurus dan trayek gemuk. Misalnya dari Surabaya–Merauke memerlukan biaya Rp 20 juta/TEUs, tetapi Surabaya–Jayapura Rp 10 juta/TEUs, padahal keduanya memmilik jarak yang sama.
Ketiga, mengenai kepelabuhanan. Bagus atau tidaknya pelabuhan dinilai berdasarkan lamanya kapal di pelabuhan. Jika proses dwelling time yang singkat itu dikategorikan sebagai pelabuhan yang bagus, tetapi jika memakan waktu berhari-hari maka sebaliknya pelabuhan tersebut dikategorikan tidak bagus. Keempat, sistem regulasi. Sistem regulasi pelayanan harus memiliki sistem cabotage. Jika barang yang diangkut menggunakan kapal Indonesia maka akan dikenai pajak, sebaliknya kapal luar negeri bebas dari pajak. Kondisi-kondisi inilah yang jika tidak disikapi dengan kebijakan pemerintah akan makin menggerus transportasi laut Indonesia.
Transportasi laut menjadi urat nadi bagi sebuah negara kepulauan. Indonesia yang memiliki jumlah pulau tersebar luas membutuhkan sarana transportasi laut memadai. Ironisnya, sebagai negara maritim sistem transportasi laut Indonesia masih perlu banyak perbaikan. Ini terbukti dengan banyaknya jumlah kasus kecelakaan di laut, banyaknya pelabuhan-pelabuhan yang justru terbengkalai, dan semakin menambah semerawutnya transportasi Indonesia sebagai kepulauan.
Kondisi ini dapat dilihat dari akar persoalannya yakni pemerintah dalam kebijakan pembangunan nasionalnya saat ini adalah lebih mengedepankan land base oriented. Sehingga strategi yang terkait dengan urusan laut tidak mendapatkan prioritas. Akibat dari strategi yang keliru, maka kebijakan dan implementasi di bidang transportasi laut menjadi tidak terurus. Konsekuensinya, transportasi laut yang seharusnya jadi andalan masyarakat justru menjadi angkutan yang menakutkan.
Dari aspek pertahanan dan keamanan, sektor transportasi laut berperan dalam menjaga keamanan negara dari kemungkinan serangan oleh negara asing. Menurut UU No. 3/2002 tentang pertahanan negara disebutkan bahwa armada niaga nasional sebagai komponen pertahanan negara yang dapat dimobilisasi jika negara dalam keadaan bahaya (UU No. 27/1997 tentang  Mobilisasi dan Demobilisasi).
Keinginan untuk menjadi bangsa yang besar adalah cita-cita seluruh rakyat Indonesia, dan untuk menggapainya diperlukan strategi yang matang dalam perencanaan pembangunan bangsa ini. Pemerataan pembangunan dapat menjadi pintu untuk memulai menstimulasi seluruh stakeholder agar bisa dapat fokus dalam pembangunan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam pelaksanaan pemerataan pembangunan tersebut dapat menjadi lompatan yang jauh untuk segera menentukan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan seluruh masyarakat. Pemerataan dapat akan terlaksana jika pemimpin bangsa ini secara tegas mengambil keputusan untuk meningkatkan moda transportasi dalam menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Transportasi yang mampu menjawab kondisi geografis Indonesia adalah transportasi laut, karena transportasi inilah yang mampu mengkoneksikan seluruh wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau kecil. Dan yang peling penting adalah mengawal seluruh kebijakan agar tetap berpedoman pada konstitusi, yaitu mensejahterahkan seluruh rakyat Indonesia.
Untuk dapat mengelola sektor transportasi laut secara optimum sehingga kerugian-kerugian seperti yang terjadi pada masa lalu dapat diperkecil, dibutuhkan adanya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi khusus yang tinggi dalam bidang transportasi laut.